Buku Teks
Mitos dan Para Petapa
Kang Sobary, kapankah kita sempat menyatakan cinta kepada Ibu Pertiwi? Tentu saja ketika kita berbicara tentang diri sendiri. Seorang kesatria Jawa membicarakan sungai, gunung, goa, matahari dan rembulan ketika ia berbakti kepada masyarakat. Dengan kata lain, ia berbakti kepada bangsanya ketika berbicara tentang hubungannya dengan sejarah dan alam semesta. Buku yang sedang Anda baca ini adalah tanda cinta yang suci itu. Tanda bahwa seorang anak Indonesia mempunyai tali batin yang kuat. Tali batin yang menghubungkannya dengan tanah kelahiran dan yang membuat kehidupan ini. Cobalah pergi ke Solo. "Naiklah becak. Lebih aman," kata kang Sobary. Padahal ia bicara tentang kraton. Tentang raja-raja, arsitektur, dan Kyai Kenyut Mesem, gamelan tua yang suka ditabuh tiap hari Rabu. Tetapi caranya, bukan sebagai sarjana yang obyektif, berjarak, dan tak memihak. Tidak. Kang Sobary selalu memihak. "Memasuki keraton ini tidak boleh sembarangan. Kita mesti lapor dulu, dan minta izin pada para penjaga." Begitu katanya. Ah, bukankah cukup beli karcis. Lalu masuk, tanpa basa-basi, tanpa permisi? Bukankah seperti kalau kita mau nonton bioskop atau bertamu ke Dunia Fantasi? Bukan. Bukan begitu. Bahkan waktu melihat wayang kulit di museum super pun, kita rapi. diminta Kang Sobary menghargai tidak pemahat-pemahat setempat yang bekerja melatih kita acuh tak acuh begitu saja.
BK202233573 | 291.13 Sob m c.1 | Ruang Tandon Lt 4 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - BACA DI TEMPAT |
Tidak tersedia versi lain