Buku Teks
Wayang Wong Pedhalangan: Fenomena Perkembangan Wayang Wong Di Luar Istana
Pergantian Raja Kraton Kasultanan Ngayogyakarta diketahui menghasilkan sebuah produk budaya baru. Salah satunya wayang wong gaya Yogyakarta. Kesenian yang awalnya hanya dipertunjukkan dalam upacara ritual penting kenegaraan. Namun pada tahun 1918 pendiri Kridha Beksa Wirama (KBW), G.P.H Tejakusuma dan P. Soerjodiningrat yang tak lain adalah Putra Sultan Hamengku Buwana VII berhasil membawa seni tari istana ke luar kraton atas dorongan masayarakat dengan seijin Sultan. Semenjak itulah wayang wong berhasil menembus tembok istana dan mendapat sambutan positif dari kalangan masyarakat biasa. Buku ini merupakan hasil penelitian disertasi yang menjelaskan fenomena perkembangan wayang wong istana kasultanan Yogyakarta menjadi wayang wong pedhalangan, yakni sebagai ekspresi estetis masyarakat pedesaan dari budaya kecil (kawula-rakyat) yang bersifat dikotomis dengan budaya besar (raja-bangsawan). Wayang wong pedhalangan di luar istana mencerminkan formalitas budaya istana yang diakui sebagai produk seni yang sah dengan catatan bahwa bentuk seninya terkesan mentah dan kurang berstandar. Wayang wong pedhalangan sebagai produk budaya baru adalah bentuk demokratisasi kesenian yang menempatkan masyarakat pedesaan sebagai basis sosialnya, sehingga ukuran estetis dan selera hiburan masyarakat pendukungnya menjadi faktor strategis dalam menjaga spirit komunalnya.
BK201925245 | 792.2 Sup w c.1 | Ruang Tandon Lt 4 | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - BACA DI TEMPAT |
BK201925246 | 792.2 Sup w c.2 | Ruang Skripsi | Tersedia |
BK201925247 | 792.2 Sup w c.3 | Ruang Sirkulasi | Tersedia |
BK201926097 | 792.2 Sup w | Ruang Sirkulasi | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain