Tugas Akhir
Membangun Dramatisasi Dengan Unsur Silence Yang Direpresentasikan Tokoh Utama Penderita Tunarungu Dalam Film Fiksi “Satu Kata Untuk Ibu”
Tunarungu adalah sebuah kondisi kehilangan kemampuan mendengar dari ringan hingga berat yang, meliputi tuli dan susah mendengar. Kondisi tunarungu ringan, seseorang masih bisa mendengarkan suara, namun dominan pada frekuensi rendah. Tingkat selanjutnya, sedang hingga ekstrim, penyandang tunarungu semakin kehilangan kemampuan mendengar suara-suara pada frekuensi tinggi. Cukup sulit, untuk mensimulasikan bagaimana rasanya menjadi tunarungu, karena tidak cukup dengan menutup telinga. Lebih dalam, bagaimanakah pengalaman suara yang dirasakan oleh orang dengan tunarungu, apakah hanya keheningan yang mereka rasakan. Berdasarkan beberapa pertanyaan tersebut, terciptalah sebuah ide, untuk mensimulasikan tunarungu melalui sebuah karya film fiksi “Satu Kata Untuk Ibu”. Bercerita tentang Dika, seorang anak dengan kondisi tunarungu yang berangsur-angsur pulih dari ketuliannya. Ibu dan bapaknya, memberikan perlakuan berbeda kepada Dika. Ibu memperlakukan Dika dengan lembut dan memiliki harapan yang tinggi, suatu saat nanti Dika bisa mendengar dengan normal. Berbanding terbalik, bapak seolah-olah tidak menerima kehadiran Dika karena kekurangannya itu. Melalui silence, sebagai salah satu unsur suara, tunarungu akan direpresentasikan oleh tokoh utama, Dika. Teknik subjective sound, akan membuat penonton merasakan apa yang dirasakan oleh Dika. Mendengarkan apa yang juga didengarkan oleh Dika, seorang anak dengan kondisi tunarungu. Penonton, akan diajak untuk lebih dekat dengan kondisi tunarungu yang dirasakan Dika dan dari silence itulah, dramatisasi akan dibangun.
KT20186270 | TV/Mus/m/2018 | Ruang Skripsi | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - BACA DI TEMPAT |
Tidak tersedia versi lain