Buku Teks
Aura: buku kumpulan puisi Dharmadi
Bahasa di tangan Dharmadi seperti lilin yang sedang meleleh. Lalu dengan cekatan ia mencetak lilin kental itu menjadi bentuk apa saja sesuai dengan kemauan dan kreativitasnya. Dalam dunia politik kita yang begitu vulgar, ada istilah rekayasa. Ini berbau fejoratif. Dalam dunia creative writing, kita bisa menggunakan kata rekacipta. Bahasa memang sangat kaya kemampuan. Bahasa bisa membuat orang menangis, tertawa, sedih atau bahagia. Kekayaan itu dimanfaatkan dan dieksplorasi Dharmadi saat menulis puisi. Maka lahirlah puisi-puisinya yang kontemplatif. Ada orang yang saat menulis puisi baru mencari-cari makna, gagasan atau ide, atau ilham, atau inspirasi. Pendek kata: Isi. Tidak demikian dengan Dharmadi. Arti, makna, ruh puisi sudah ada terlebih dahulu dalam genggamannya. la hanya tinggal "mencari" bahasa sebagai calon raga puisinya. Begitu raga itu siap, maka ia hembuskan ruh itu ke dalamnya. Lalu menjelma puisi-puisinya. Dari manakah datangnya ruh yang digenggam Sang Penyair? Ruh puisi itu sudah merupakan bagian kehidupan bathinnya. la mendapatkannya dari seluruh pengalaman hidupnya: duka deritanya, kemeranaannya, siksaan lahir bathin yang menderanya. Sebagai anak Jawa, pastilah Dharmadi kenyang merasakan "lara lapa" akibat beratnya ujian yang ia terima. Dari mana kita bisa tahu itu semua? Dari teks-teks puisi yang terkumpul di buku ini.
Tidak tersedia versi lain