Tugas Akhir
Jagawana
Ide penciptaan karya tari Jagawana terinspirasi dari keresahan koreografer terhadap kondisi alam saat ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah penyebab terbesar kerusakan alam. Permasalahan alam ini membuat koreografer teringat pada sebuah kesenian yang berkembang di kawasan utara Kabupaten Kebumen tepatnya di Desa Karanggayam yang biasa dikenal dengan sebutan Tari Cepetan Alas. Menurut koreografer fungsi Tari Cepetan Alas sebagai rasa syukur terhadap alam sekarang kurang fungsional. Koreografer ingin memberikan perspektif baru terhadap tari Cepetan yang semula hanya seni tradisi belaka menjadi sebuah ajakan melakukan tindakan dan cara melindungi alam. Karya tari Jagawana menggunakan tipe tari dramatik dengan menggunakan proses penciptaan tari melalui metode dari Hawkins dalam buku “Mencipta Lewat Tari” yang diterjemahkan oleh Y. Sumandiyo Hadi yaitu, Eksplorasi, Improvisasi, Komposisi, Evaluasi. Karya ini menggunakan rangsang visual berdasarkan pengamatan koreografer terhadap bentuk-bentuk ranting pohon, hewan-hewan di hutan seperti monyet, gajah, macan, serangga. Rangsang ide koreografer mengimajinasikan cepet sebagai makhluk penjaga hutan yang terancam akibat eksploitasi lahan. Karya tari ini digarap menjadi koreografi kelompok yang terdiri dari 9 penari dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pertama menggambarkan awal mula kehidupan hutan, dan cepetan alas menjadi bagian dari hutan. Bagian 2 menggambarkan keseimbangan alam. Bagian 3 menggambarkan kerusakan alam akibat dari eksploitasi lahan.
Tidak tersedia versi lain