Tugas Akhir
Makna Tari Lima Serangkai di Kabupaten Karo Sumatera Utara dalam Perspektif Semiotika
Penelitian ini menganalisis makna tari Lima Serangkai di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Tari Lima Serangkai merupakan tari yang bersifat hiburan yang bertemakan pergaulan dan biasanya ditampilkan pada acara Gendang Guro-guro Aron. Tari ini menceritakan pertemuan ramah tamah sepasang insan muda-mudi dan ertutur (berkenalan) antara satu dengan yang lainnya, hingga mereka menjalin hubungan dan menuju perkawinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiologi oleh Roland Barthes yang menawarkan metode untuk memperdalam pemahaman terhadap bahasa, sastra, dan masyarakat. Nilai penting semiologi terletak pada fungsionalitasnya karena semiologi memungkinkan untuk membongkar mitos-mitos dengan menganalisis proses pemaknaan yang digunakan untuk mengubah konflik budaya yang bersfiat historis ke dalam suatu budaya yang bersifat universal. Analisis makna Tari Lima Serangkai akan difokuskan pada makna denotatif dan makna konotatif. Secara denotatif, makna Tari Lima Serangkai adalah tari kelompok yang biasanya ditarikan oleh 10 orang penari yang terdiri dari 5 orang penari laki-laki dan 5 orang penari perempuan, dengan diiringi musik yang disebut Gendang Lima Sedalanen terdiri dari lima gendang yaitu, gendang morah-morah, gendang perakut, gendang patam-patam sereng, gendang sipajok, dan gendang kabangkiung, yang menghasilkan komposisi pola gerak tari yang memiliki nilai-nilai estetis. Gendang lima sendalanen, juga artinya seperangkat gendang yang terdiri dari lima unsur atau lima instrumen, yaitu gendang singindungi, sinanaki, gong, penganak, dan sarunai. Secara konotatif, tari Lima Serangkai mengandung konsepsi nilai utama kehidupan masyarakat Karo yang lahir dari lima marga awal pada masyarakat Karo, yaitu Karo, Ginting, Sembiring, Perangin-angin, dan Tarigan. Tari Lima Serangkai menceritakan sifat manusia hubungan dengan individu maupun hubungan dengan kehidupan sosial masyarakat Karo.
Tidak tersedia versi lain