EBOOK
R.A. Kartini: Biografi Singkat 1879-1904
Buku ini mengisahkan tentang riwayat hidup R.A. Kartini dari lahir, perjalanan hidup, hingga meninggal, dengan bersumber dari buku-buku, surat kabar dan majalah, website, dan juga surat-surat Kartini. Pada 28 Rabi’ul Akhir tahun Jawa 1808 (Jepara, 21 April 1879) seorang bayi perempuan telah lahir. Namanya Kartini. Ia lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya adalah Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Sedangkan ibunya bernama M.A. Ngasirah. Kartini adalah orang yang beruntung. Ayahnya adalah putra dari Bupati Demak Pangeran Ario Tjondronegoro yang dikenal sangat progresif pada zamannya. Sifat progresif itu diwarisi R.M.A.A. Sosroningrat, ayahanda Kartini. Dia menyekolahkan semua anaknya ke Europese Lagere School (ELS), sekolah gubernurmen kelas satu yang memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Maka, pada 1885 mulailah masa pendidikan Kartini yang paling dinikmatinya. Setamat ELS, Kartini ingin meneruskan ke Semarang, di HBS. Tapi sang Ayah tak memberi izin. Bahkan, ketika gurunya menawarkan sekolah ke Belanda, Kartini nyaris menangis. Dalam mengejar cita-citanya Kartini mendirikan sekolah untuk para gadis bangsawan, dengan maksud para gadis pribumi di kemudian hari dapat memperbaiki kedudukan kaum perempuan. Cita-cita dan semangatnya tertuang dalam surat-surat yang ditulis dan dikirimkannya kepada sahabat-sahabatnya sejak umur 20 tahun (1899). Dalam surat-suratnya dijelaskan tentang pergaulan lingkungan, keadaan rakyat yang terbelakang, minimnya pendidikan dan pengajaran bagi para gadis. Kartini pun mengecam para pejabat Belanda yang tidak menaruh perhatian kepada rakyat banyak, tetapi hanya menaruh kepada para bupati serta menunda-nunda perluasan pendidikan bagi kalangan. Bumiputera yang mereka anggap sangat membahayakan kedudukan Pemerintah Kolonial Belanda. Pada Juni 1903, Kartini berhasil mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara. Baru sebulan menjalani kesibukan sebagai guru, ia harus berhadapan dengan situasi yang memaksanya merumuskan ulang segala pendirian yang jauh sebelumnya telah ia pancangkan. Memasuki usia 24 tahun, Kartini sepertinya meyadari bahwa usahanya bersekolah lagi, baik di Semarang, Batavia, maupun di Belanda, tak akan pernah terlaksana. Saat Kartini menunggu keputusan beasiswa dari Batavia, tiba-tiba Bupati Sosroningrat menerima utusan Bupati Djojo Adiningrat dari Rembang yang membawa surat lamaran untuk Kartini. Kartini tak berdaya menghadapi cobaan itu. Kartini menyetujui saran ayahnya untuk menikah. Di lubuk hatinya, Kartini tidak mau dipaksa menikah. Ironisnya sang bupati calon suami Kartini sudah mempunyai tujuh anak, dan masih memiliki dua istri. Pernikahan itu berlangsung pada 8 November 1903. Tiga hari kemudian kartini diboyong ke Rembang. Di Rembang, Kartini senang bisa mendidik enam orang anak tiri, tapi muak dengan dengan kunjungan audiensi feodalistis dari para punggawa untuk mengambil hati. Kebencian Kartini pada institusi tidak semata karena perempuan tidak akan bebas setelah menikah, tetapi karena faktor poligami. Pada saat menanti kelahiran anak pertamanya, Kartini menulis bahwa ia sudah menyiapkan sudut untuk si bayi, tempatnya tidur saat ia mngajar. Enam hari kemudian (13 September 1904) Kartini melahirkan putranya. Putra tunggalnya itu dikenal sebagai R.M. Soesalit.empat hari kemudian, pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhirnya akibat proses melahirkan yang tak mulus. Seperti yang sudah ia ramalkan sendiri, melepaskan cita-cita memang benar-benar membuatnya binasa.
Kartini telah memberikan insspirasi kepada banyak perempuan didunia, bahkan Elenaor Roosevelt pun terkesan setelah membaca terjemahan kumpulan surat-surat Kartini, Letter of a Javanese Princess. Perjuangan Kartini adalah sebuah perjuangan dengan memberikan semangat dan pemikiran bagi bangsa Indonesia, terutama kaum perempuan, untuk bisa maju seperti laki-laki dalam segala bidang, khususnya dalam mengejar pendidikan dan ilmu pengetahuan. Ini adalah perjuangan batin yang merasa terjajah dari kungkungan adat istiadat dan budaya yang menempatkan seorang perempuan di sudut kehidupannya. Ketika itu hidup perempuan hanyalah menjalankan kodratnya saja, tanpa diberikan kessempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Kartini adalah figur seorang wanita idealis yang visioner. Pada masa itu, kaum wanita di Jawa terkungkung oleh sistem kebudayaan yang membatasi ruang gerak mereka. Sementara Kartini, tak puas dengan kungkungan kultural itu. Ia mendambakan dan memperjuangkan nasib wanita supaya dapat mengaktualisasi diri secara penuh melalui pendidikan yang maksimal. Kemampuannya dalam membagi visi, melakukan lobi-lobi, dan membina kerja sama dengan para penguasa yang pro-rakyat terbukti telah melahirkan proyek-proyek pendidikan nyata yang terukur untuk kepentingan rakyat. Dengan refleksi semangat dan pemikiran Kartini, kita juga bisa meneruskan perjuangannya untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Masih banyak hal yang bisa kita lakuakan tentunya dengan melihat potensi pada diri kita. Tidak hanya dalam rumah tangga, lingkungan sekitar kita, tapi juga dalam organisasi dan ruang kerja kita. Yang jelas kaum perempuan saat ini tidak harus minder atau malu denga keterbatasannya, tapi lebih bisa mengedepankan potensi yang dimilikinnya sehingga kita bisa melihat cahaya terang berada didepan kita.
Tidak tersedia versi lain