Tugas Akhir
Perilaku Kolektor Indonesia dalam Memilih Hic Et Nunc sebagai Lokapasar Non-Fungible Token
Minat masyarakat terhadap kripto dan non-fungible token mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19. Dalam praktiknya, pasar non-fungible token menjunjung tinggi fungsi kredit atau royalti pada suatu karya. Ethereum sebagai contoh implementasi jaringan rantai blok yang memungkinkan pengaplikasian sistem desentralisasi nyatanya memakan banyak energi listrik. Tezos muncul sebagai jaringan alternatif yang menyebut dirinya ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan Hic et Nunc sebagai objek penelitian dan kolektor sebagai subyek penelitian. Berangkat dari teori perilaku konsumen dan teori pasar, wawancara dilakukan dengan 3 kolektor karya digital non-fungible token sebagai informan diantaranya Detty Wulandari, Irvin Domi dan Rudy “Atche” Dharmawan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kolektor mendapatkan pengaruh dari lingkungan pekerjaan, sosial dan budaya. Disamping itu, faktor pemilihan Hic et Nunc sebagai lokapasar antara lain, sebagai anjungan alternatif atas dominasi Ethereum, media investasi digital dan pengakuan oleh lingkungan sosial.
Tidak tersedia versi lain