Tugas Akhir
Pertunjukan Tulila Masyarakat Batak Toba Di Mulia Cafe Jakarta
Tulila merupakan instrumen tunggal yang digunakan sebagai media komunikasi kepada Sang Pencipta. Pada awalnya bunyi yang dikeluarkan dari Tulila hanya merupakan imitasi dari suara elang sehingga tidak memainkan melodi lagu dan dimainkan sesuai dengan suasana hati pemainnya. Tulila sempat kehilangan eksistensinya karena disalah gunakan ke arah negatif, yaitu Dorma. Saat ini Tulila telah dapat dimainkan mengikuti melodi sebuah lagu karena perubahan yang terjadi pada organologinya. Sehingga Tulila sudah dapat dikolaborasikan dengan beberapa instrumen lain seperti keyboard dan Sulim. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Berdasarkan hasil pengamatan, Tulila mengacu pada 2 aspek, yaitu aspek musikal dan aspek non musikal. Aspek musikal yang terdapat dalam acara tersebut, yaitu Tulila sebagai instrumen, tangga nada, penjarian, posisi bibir meniup, ansambel, pengiring lagu, dan bentuk lagu. Sedangkan aspek nonmusikal, yaitu pelaku (pemain musik), waktu dan tempat pelaksanaan, tata letak (panggung), dan kostum (pakaian). Bentuk lagu Tulila pada pertujukan di Mulia Cafe Jakarta terdiri dari tiga bagian, yaitu periode A, B, dan C. Perubahan Tulila didasarkan pada perubahan Masyarakat yang semakin berkembang khususnya masyarakat Batak Toba yang berada di Jakarta, perubahan tersebut juga mempengaruhi aspek di bidang musik. Untuk membedah perubahan yang terjadi, digunakan teori Alvin Bosskoff yang terdiri dari faktor external, yaitu perubahan yang terjadi akibat masuknya teknologi dan globalisasi ke dalam masyarakat, dan faktor internal, yaitu perubahan karena pemilik kebudayaan itu sendiri
Tidak tersedia versi lain