The art of ritual pawiwahan in Bali
Upacara tradisi pernikahan yang dalam bahasa Bali disebut Pawiwahan. Pawiwahan merupakan upacara persaksian ke hadapan Sang Hyang Widi dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri. Adapun persiapan-persiapan yang perlu dipersiapkan untuk upacara adalah sebagai berikut, sarana terdiri dari segehan cacahan warna lima, api takep (api yang dibuat dari serabut kelapa), tetabuhan (air tawar, tuak, arak), padengan-dengan/ pekala-kalaan, pejati, tikar dadakan (tikar kecil yang dibuat dari pandan), pikulan (terdiri dari cangkul, tebu, cabang kayu dadap yang ujungnya diberi periuk, bakul yang berisi uang), bakul, pepegatan terdiri dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang putih, waktu dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya (ala-ayuning dewasa). Tempat dapat dilakukan di rumah mempelai Iaki-laki atau wanita sesuai dengan hukum adat setempat (desa, kala, patra). Pelaksanaan dipimpin oleh seorang Pendeta / Pinandita / Wasi / Pemangku. Sebelum upacara natab banten pedengan-dengan, terlebih dahulu mempelai mabhyakala dan maprayascita. Kemudian mempelai mengelilingi sanggah Kamulan dan sanggah Pesaksi sebanyak tiga kali serta dilanjutkan dengan jual beli antara mempelai Iaki-laki dengan mempelai wanita disertai pula dengan perobekan tikar dadakan oleh mempelai Iaki-laki. Sebagai acara terakhir dilakukan mejaya-jaya dan diakhiri dengan natab banten dapetan.
Tidak tersedia versi lain