Buku Teks
Lajja
Pada 6 Desember 1902, Masjid Babri di Ayodhya, India, warisansejarah abad ke-16, dibakar dan dihancurkan oleh para anggota "Kebangunan Hindu", Seturut para perusuh ini, kawasan masjid itu berdiri, dulunya adalah kuil tempat lahir Rama. Untuk itu, tempat tersebut harus direbut kembali. Masjidi di atasnya harus chancurkan. Dan di bekas reruntuhan dan puingnya itu harus segera dibangun kuil. Tindakan anarkis itu ditayangkan dan disiarkan ke seluruh perjuru dunia. Protes dan kecaman, baik dalam negeri maupun luar negeri, berdatangan. Segera sesudah itu, mengulang kepahitan lama, di penjuru India muncul ketegangan, konflik dan kerusuhan antara umat Islam dan Hindu. Ratusan hingga ribuan rumah dibakar, dan sudah barang tentu, ribuan orang mati terbunuh. Seperti umumnya ironi dalam konflik dan kerusuhan agama, pihak sana maupun sini sama menyeru dan menggemakan nama Tuhan. Kerusuhan susulan tidak hanya terjadi di India. Yang lebih besar dan masif, justru terjadi di negeri tetangga, Bangladesh. Terjadi diseminasi dan internasionalisasi konflik. Di sini, parapemuda Muslim fanatik menyerang dan membunuh umat Hindu, membakar rumah dan toko, menjarah dan merampas harta benda mereka, dan menculikserta memperkosa gadis – gadis. Bagi para fanatikus itu, tindakan ini merupakan balasan terhadap penghancuran Masjid Babri. Buku ini menceritakan 13 hari kehidupan sebuah keluarga Hindu setelah penghancuran Masjid Babri. Keluarga itu : Sudhamoy Dutta, sang ayah, Kironmoyee, sang ibu, dan putra mereka, Suranjan dan Maya, berada dalam kegetiran, ketakutan, dan kegamangan yang sangat oleh pengejaran para muslim fanatik yang sedang marah dan dendam. Sebenarnya Hindu bagi keluarga ini lebih sebagai lebih sebagai label formal belaka. Orientasi mereka adalah pada sekularisme, nasionalisme, sosialisme, dan humanisme. Agama, telah lama, mereka tak percayai dan yakini. Tradisi keagamaan Hindu telah lama mereka tinggalkan. Mereka adalah keluarga nasionalis dan antikomunalisme.
Tidak tersedia versi lain