Buku Teks
Seks dalam layar: Politik Seksual dalam Industri Film Indonesia 1950-1992
Industri perfilman kala itu menunjukan adanya pemanfaatan sekaligus pembebasan gagasan seksualitas, terutama perempuan yang lebih sering ditonjolkan demi keberlangsungan sisi komersial seni dan hiburan. Disengaja atau tidak interpretasi kebertubuhan perempuan antara sebelum dan sesudah pemerintahan Soeharto sangat bertolak belakang. Transisi antara satu dengan lainnya terjadi sangat cepat. Kompetisi antar perempuan di dalam industri perfilman meningkat akibat adanya penyerapan tenaga perempuan besar-besaran untuk kebutuhan peran yang menuntut keelokan tubuh. Sejak industri televisi menggambil alih perhatian tenaga-tenaga ahli perfilman, film-film pada akhir 1980an perlahan kehilangan sentuhan estetis dan hanya mampu bertahan menggunakan simbol-simbol seksual untuk menjual film. Keselarasan upaya pada tingkat kesenian film mempopulerkan seks didukung berkat sentralisasi kekuasaan Orde Baru terhadap industri dan para seniman film. Tema-tema seksualitas yang dikembangkan dengan tujuan menciptakan imaji seks (erotisisme) perlahan-lahan direstui di tingkat instansi perfilman menjelang pertengahan 1970an. Politik kebudayaan Orde Baru andil dalam menghasilkan lebih banyak film-film bertemakan seks melalui penggunaan bahasa visual yang erotis serta dialog-dialog yang profan. Mengingat hubungan antara seni dan kekuasan, maka hubungan toleransi dan intoleransi aktivitas seksual pada perfilman nampak pada beberapa periode.
Tidak tersedia versi lain