Buku Teks
Politik publik pers
Buku ini berisi untaian makalah-makalah atau kertas kerja karya Prof. Bagir Manan ketika melakukan ceramah, mengajar atau memberikan sambutan. Untuk memberikan “originalitas” dari “sentuhan” Prof. Bagir Manan, tak banyak dilakukan perubahan terhadap karya-karya yang dihadirkan di sini dari aslinya. Hanya ada penyesuaian kecil, yaitu penyesuaian dari makalah untuk dibacakan dalam berbagai kesempatan menjadi suatu tulisan dalam buku. Selebihnya masih ditampilkan seperti aslinya, termasuk judul-judulnya. Dengan demikian, diharapkan “keaslian” dari cara berpikir, nuansa dan “style” Prof. Bagir Manan akan dapat sampai kehadapan pembaca. Sebagai himpunan makalah dan ceramah sepanjang tahun 2011 sampai dengan Juli 2012, buku ini merupakan karya seri kedua buku serupa dari Prof. Bagir Manan yang pernah terbit tahun 2010. Buku pertama itu sendiri sudah mengalami cetak ulang beberapa kali karena besarnya minat publik membaca buku tersebut. Susunan isi buku dibuat berdasarkan persamaan topik.Setiap topik digabung dalam suatu bagian. Walaupun dengan topik pembahasan yang berbeda-beda, tetapi ada benang merah yang jelas di antara karya-karya itu. Sebelum masuk kedalam bagian-bagian buku dibuat dahulu sebuah prolog yang menerangkan mengenai eksistensi Undang-Undang Pers, kemudian setelah bagian-bagian selesai, dibuat pula bagian epilog mengenai Dewan Pers. Pada dasarnya kemerdekaan pers berakar dari publik. Kemerdekaan pers milik publik, dan karena itu harus sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Dalam bahasa popular kalangan jurnalistik, “pers mengabdi kepada kepentingan publik.” Tetapi pada sisi lain, tidak boleh dilupakan pula, pers sebagai instrumen publik secara alamiah juga berpolitik, bahkan harus berpolitik. Di sini muncul pertanyaan, politik publik semacam apa yang harus dijalankan oleh pers? Prof. Bagir Manan manandaskan, pers sebagai pers yang menjalankan politik publik, harus bebas dari keberpihakan pada suatu kekuatan politik. Dengan kata lain, politik publik pers adalah politik yang mengabdi kepada publik. Untuk publik. Apapun “politik” dari pers, maka “politik” itu harus untuk kepentingan publik. Politik publik pers bukanlah sekedar power for the sake of power. Politik dalam politik publik pers juga bukan sekedar power game. Politik publik pers adalah politik yang ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan manusia dengan semua tautannya. Dalam buku ini memang tidak secara signifikan dibahas mengenai definisi politik publik pers. Tetapi dari pelbagai uraian yang ada di dalamnya dapat diketahui, makna “politik publik pers” disini dalam arti luas. Ruang lingkup politik publik pers termasuk dalam proses menentukan substansi berita, mencari dan mengolah bahan berita serta akhirnya menyajikan berita. Di dalam proses itu sudah pula termaktub kemungkinan pemberitaan, opini, kritik dan alternatif-alternatif saran untuk kepentingan publik. Lebih dari itu, politik publik pers pun tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan yang berkaitan langsung dengan pers seperti industri pers, kompetensi para wartawan dan hubungan antara pers, masyarakat dan negara. Tentu saja kepentingan publik yang dimaksud dalam politik publik pers harus diukur dengan barometer yang disepakati oleh masyarakat pers sendiri. Walaupun demikian, Prof. Bagir Manan mengingatkan, sudah waktunya pula pers mengakhiri kehidupan pers yang semata-mata mengandalkan “selera publik”, apalagi semata-mata memanfaatkan “selera awam” yang tidak akan mendorong kemajuan, berpikir rasional dan realitas. Politik publik pers menuntut pers memiliki filter sendiri yang mampu menyaring apa dan bagaimana kepentingan publik harus dipenuhi dan tidak sekedar menjejalkan informasi berdasarkan kepentingan politik sempit sebuah pers semata. Sebagai salah satu elemen demokrasi, pers juga tetap harus dikontrol. Karena pers bertanggung jawab kepada publik, maka publik wajib mengawasi pers agar pers tidak menggunakan pers yang merugikan kepentingan publik dengan meninggalkan prinsip-prinsip independensi, imparsial, berimbang dan lain-lain asas pers merdeka. Berdasarkan hal-hal itulah buku ini kami beri judul “Politik Publik Pers.” Dalam buku ini, antara lain dibahas, kenapa pers menempatkan kedudukan dan peranan sebagai pilar keempat, padahal sudah jelas pers merupakan institusi yang berada di luar penyelenggara negara. Dengan demikian, jika bertumpu pada teori kekuasaan negara, tidak tepat menyejajarkan pers bersama pilar eksekutif, legislatif atau yudikatif. Namun dengan berbagai fungsinya, pers telah terbukti memberikan konstribusi yang penting bagi terlaksananya demokrasi. Tanpa pers yang merdeka tidak ada demokrasi dan hak asasi manusia. Sebaliknya tanpa demokrasi tidak akan ada kemerdekaan. Pers tidak sekedar penyalur ketidakpuasan publik, melainkan juga sarana perlawaan melalui pemberitaan dan kritik. Atas dasar itu secara konseptual pers ditempatkan sebagai kekuasaan keempat (the fourth power). Pers yang kuat harus menjadi bagian dari kekuatan publik, bukan menjadi penikmat belaka. Selama pers memiliki keterpaduan yang sehat dengan publik, selama itu pula pers akan menjadi bintang penunjuk di masa kelam sekalipun. Prof. Bagir Manan menegaskan, pers tetap harus tunduk dan taat kepada hukum, sebab kewajiban taat kepada hukum merupakan tuntutan peradaban (law abiding society). Oleh karena itu pers yang merdeka juga bukan berarti lepas dari hukum dengan berbagai pembatasannya. Bagi pers, kata Prof. Bagir Manan, sebenarnya bukan perlu atau tidak perlunya pembatasan. Bagi pers yang dipersoalkan adalah ukuran dan wujud konkret pembatasan-pembatasan tersebut. Dalam hal ini seluruh pembatasan yang diletakkan kepada pers, tidak boleh bertentangan dengan hakiki kemerdekaan pers. Buku ini kaya dengan substansi yang bernas, sangat bervariasi mulai dari soal kepemilikan perusahaan pers, persaingan sehat antar perusahan pers, perlunya wartawan memiliki kompetensi sampai dimensi-dimensi hukum dan politik kemerdekaan pers, ada dalam buku ini. Begitu juga ada soal masa depan independensi media, jurnalisme warga, kedudukan ahli dalam menjaga kemerdekaan pers, tugas dan kedudukan Dewan Pers, peran pers dan transparansi peradilan sampai prospek demokrasi pada era reformasi ada juga dalam buku ini, sekedar menyebut beberapa pokok pembahasan. Membaca buku ini, dengan demikian, bukan hanya sekedar membunuh waktu santai kita belaka, tetapi juga menguak banyak cakrawala kita mengenai kehidupan dan penghidupan dunia pers. Itulah sebabnya buku ini menjadi layak dibaca bukan saja terbatas untuk kalangan pers, seperti wartawan, praktisi komunikasi, dan mahasiswa komunikasi massa, tetapi juga menjadi santapan yang “bergizi” untuk dibaca oleh para politikus, aparat dan ahli hukum, termasuk para pemimpin atau calon pemimpin bangsa yang berkaitan dengan demokrasi.
Tidak tersedia versi lain