Tugas Akhir
Budaya Visual Wayang Kulit Batara Kala Gaya Yogyakarta : Kajian Tata Visual dan Estetika Sublim
Batara Kala merupakan salah satu karakter raksasa dewa yang dipercaya
masyarakat tradisional Jawa-Bali ‘hadir’ mengawasi perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Karakter visual Batara Kala diwujudkan dalam berbagai
pola bentuk, antara lain: realistik, pembesaran bagian tertentu, dan dekoratif
sebagaimana bentuk wayang kulit purwa. Berpijak pada kajian visual, Batara Kala
dengan pola bentuk wayang kulit gaya Yogyakarta diteliti kapasitas
metafungsinya, yang meliputi fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual (Kress
dan van Leeuwen, 2006). Selain itu Batara Kala direfleksikan dengan pendekatan
estetika sublim (Lyotard, 1994).
Penelitian kualitatif ini condong pada paradigma teori kritik, dengan
pendekatan budaya visual dan estetika sublim. Data utama terdiri dari 9 wayang
kulit Batara Kala, dan 3 Batara Kala dalam media non-wayang kulit. Pendapat
dalang dan peristiwa Ruwatan Murwakala digunakan sebagai data pendukung.
Data dikoleksi dengan metode bahan visual, wawancara, dan observasi. Sesuai
teknik analisis tata visual, korelasi antara partisipan-tergambar dan partisipan
interaktif diuraikan dan disintesiskan menuju pengungkapan metafungsi. Sajian
data yang sama selanjutnya direfleksikan berdasarkan estetika sublim.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (1) fungsi
ideasional Batara Kala merupakan situs kontestasi bentuk sosial dominan yang
terbagi ke dalam kecenderungan ‘sapa’ dan ‘doa’; (2) fungsi interpersonal Batara
Kala berada pada kutub ‘rengkuh-tolak’ yang dipengaruhi tiga faktor: arah tatapan
mata, keutuhan carrier, dan sudut pengambilan gambar; (3) fungsi tekstual Batara
Kala merupakan tiga pernyataan waktu: sakral, mitis, dan apokaliptik; (4) estetika
Batara Kala adalah ketidakterbatasan yang memancarkan aura menyeramkan
sekaligus meneduhkan, dan memberi energi untuk pendalaman diri. Temuan
penelitian: (1) teori tata visual mengandung kelemahan mendasar, yaitu tidak
menyediakan ruang terhadap estetika; penggabungan teori tata visual dan estetika
merupakan perpaduan saling melengkapi dalam studi visual; (2) kebatarakalaan
merupakan kebebasan seseorang untuk membatasi dirinya dalam memproduksi
wacana, melalui tahap ‘amuk’, ‘aso’, dan ‘akal’.
Tidak tersedia versi lain